Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan
ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut
merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah,
mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident).
Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya
(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka
panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,
maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan
– gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit
umum.
Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah manusia
b. Bersifat medis.
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi
fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi
dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap
sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan
atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih
ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta
pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status
kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan,
berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam
berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang
meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. Pelayanan
kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi,
dan
4. Genetik, yang
merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Demikian
pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya.
Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila
dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.
Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu
kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa
ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja
melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam
melakukan pekerjaannya.
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan, danproses pengolahannya,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan(Sumakmur, 1993).
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau
sebaliknya) bermacam macam ; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah
asing dikenal Occupational Safety and Health.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta
hasil budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai
suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja
(accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang
merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Dewasa ini pembangunan nasional tergantung banyak kepada kualitas,
kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari segi dunia usaha diperlukan
produktivitas dan daya saing yang baik agar dapat berkiprah dalam bisnisinternasional
maupun domestik. Salah satu faktor yang harus dibina sebaik-baiknya adalah
implementasi K3 dalam berbagai aktivitas masyarakat khususnya dalam dunia
kerja.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden
(incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau
“near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan
dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap
manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses kerja.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu
norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja
merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang
tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang
tidak kondusif.
Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah
terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya
kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran
lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan kerja
diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat kesehatan
kerja setinggi-tingginya.
RUANG LINGKUP K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai
berikut (Rachman, 1990) :
a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua
tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya
akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
b. Aspek
perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang
keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) Teknologi dan metodologi kerja
c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik
sejak perencanaan hingga perolehan hasil
dari kegiatan industri barang maupun jasa.
d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan
ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.
2.
Jenis Bahaya dan Kecelakaan dalam
Laboratorium
Jenis-jenis bahaya yang sering menimbulkan kecelakaan dalam laboratorium
kimia adalah :
Keracunan
Keracunan
sebagai akibat penyerapan bahan-bahan kimia beracun atau toksik, seperti
ammonia, karbon monoksida, benzene, kloroform, dan sebagainya. Keracunan dapat
berakibat fatal ataupun gangguan kesehatan. Yang terakhir adalah yang lebih
seringterjadi baik yang dapat diketahui dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Pengaruh jangka panjang seperti pada penyakit hati, kanker, dan
asbestois, adalah akibat akumulasi penyerapan bahan kimia toksik dalam jumlah
kecil tetapi terus-menerus.
Iritasi
Iritasi sebagai
akibat kontak bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asamklorida, natrium
hidroksida, gas klor, dan sebagainya. Iritasi dapat berupa luka atau peradangan
pada kulit, saluran pernapasan dan mata.
Kebakaran dan Luka Bakar
Kebakaran dan
luka baker sebagai akibat kurang hati-hati dalam menangani pelarut-pelarut
organik yang mudah terbakar seperti eter, aseton, alcohol, dan sebagainya.Hal
yang sama dapat diakibatkan oleh peledakan bahan-bahan reaktif seperti
peroksida dan perklorat.
Luka Kulit
Luka kulit
sebagai akibat bekerja dengan gelas atau kaca. Luka sering terjadi padatangan
atau mata karena pecahan kaca.
Bahaya lainnya
Seperti sengatan
listrik, keterpaan pada radiasi sinar tertentu dan pencemaran lingkungan. Jadi
jelas bahwa laboratorium kimia mengandung banyak potensi bahaya, tetapi potensi
bahaya apapun sebenarnya dapat dikendalikan sehingga tidak menimbulkan
kerugian. Suatu contoh, bahan bakar bensin dan gas cair mempunyai potensi
bahaya kebakaran yang amat besar. Tetapi dengan penanganan dan pengendalian
yang baik,transportasi jutaan ton setiap hari adalah hal biasa. Demikian pula
dalam produksi dan penggunaan pestisida yang mempunyai potensi racun, hanya
menimbulkan malapetaka apabila salah penanganan atau karena kecerobohan.
3.
Sumber – sumber Bahaya dalam Laboratorium
Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yakni :
1. Bahan-bahan kimia yang berbahaya yang perlu kita kenal
jenis, sifat, cara penanganan, dan cara penyimpanannya.Contohnya: bahan kimia
beracun, mudah terbakar, eksplosif, dan sebagainya.
2. Teknik percobaan yang meliputi pencampuran bahan
distilasi, ekstraksi, reaksi kimia, dansebagainya.
3. Sarana laboratorium yakni gas,
listrik, air, dan sebagainya.
Ketiga
sumber tersebut diatas saling berkaitan, tetapi praktis potensi bahaya terletak
pada keunikan sifat bahan kimia yang digunakan. Masing-masing sumber beserta
keterkaitannya perlu dipahami lebih detail agar dapat memperkirakan setiap
kemungkinan bahaya yang mungkin terjadi sehingga mampu mencegah atau
menghindarinya.Selain itu, perlu pula dipahami tentang alat pelindung diri
serta cara penanggulangannya bila terjadi kecelakaan.
4.
Penanganan Kecelakaan Kerja di
Laboratorium
Laboratorium merupakan tempat kerja yang berpotensi
timbul kecelakaan. Meski kecelakaan kecil dan ringan, tetaplah merupakan
kecelakaan yang bisa jadi menimbulkan efek yang lebih besar.
Sumber bahaya yang berpotensi menimbulkan kecelakaan
bisa dari bahan kimia, bahan biologis, radiasi, aliran listrik, dan lainnya.
Semua itu bisa membuat efek yang tidak diinginkan seperti keracunan, iritasi,
ledakan hingga kebakaran.
Referensi
: http://blogger-ulin.blogspot.com/2013/01/kecelakaan-yang-terjadi-di-laboratorium.html